Tuesday, August 19, 2008

Why sinetron ?

Seorang teman gereja yang kebetulan bekerja di perusahaan film nasional yang cukup popular sempat berdiskusi denganku di sebuah café di daerah Kemang. Ia memaparkan bahwa kritikus/pemerhati film Indonesia sempat mengajukan usulan (atau lebih tepatnya menuntut) agar PH (Production House) untuk membuat acara lain selain sinetron. Karena dianggap, sinetron yang tayang di televisi swasta nasional di Indonesia itu sudah kehilangan esensinya, tidak ada moral story-nya, dan cenderung membodohi masyarakat. Pihak film maker (dalam hal ini PH) menyalahkan station televisi (semisal: RCTI, Indosiar, TransTV, dkk) karena pihak TV-lah yang membeli acara mereka dan “katanya” meminta acara sinetron kepada mereka. Kiblat stasiun TV adalah lagi-lagi rating, yang dimotori oleh AC Nielsen. Rating ini, FYI, didapat dari penonton televisi yang menonton suatu acara di suatu stasiun tertentu pada waktu tertentu. Tentunya penonton ini terpilih secara acak (sampai sekarang, saya belum menemukan satu orang pun yang pernah didata atau didatangi oleh pihak rating ini).


Nah untuk stasiun TV, mereka dihidupi oleh pemasang iklan yang notebene adalah corporate-corporate yang melihat rating dari suatu acara dan menyesuaikannya dengan TM (Target Market) dan segmen pasar mereka. Stasiun TV secara terus menerus memberi tontonan/tayangan kepada penontonnya. Inilah lingkaran setan yang melahirkan sinetron-sinetron (maaf) kurang mendidik yang melahirkan budaya konsumerisme dan anarkis, tanpa adanya kreativitas dan nasionalisme.


Memang tidak fair jika membandingkan negara kita dengan Amerika yang menghasilkan tontonan seri sekelas 24, Prison Break, Smallvile, Friends, Desperate Housewives atau bahkan Oprah. Banyak sekali perbedaan antara dua negara ini. Budaya, pola pikir masyarakatnya, kelas ekonominya, status sosialnya, pemerintahannya (satu demokrasi, satu federal à ini mempengaruhi industri perfilmannya loh...), pendidikan, sumber daya (baik manusia dan alam-nya), dan lamanya kemerdekaannya.


Saya ragu apakah dalam waktu 5 tahun mendatang, Indonesia bisa menerbitkan suatu film seri seperti yang telah disebutkan di atas? Se-meledak, se-seru dan se-hebat mereka-mereka itu. Benar-benar ragu. Bukannya mendewakan Hollywood, tapi pesimis dengan pekerja film di negara ini.


Memang sinetron tidak selamanya jelek, ada juga yang membawa nilai moral dan agama yang baik dan sungguh memiliki implikasi yang positif, tapi yang seperti ini jarang jumlahnya.

Satu hal yang saya petik dari ucapan teman saya, industri ini kurang mau ambil resiko untuk men-create sesuatu yang kreatif untuk dilempar ke pasar. Mau nya untung cepat dan instan. Mana ada yang seperti itu ? serial Friends saja baru meledak di akhir sesi 1, setelah di re-run. Baru akhirnya bisa sampai ada lanjutan sesion nya. Tidak ada yang instan, apalagi dalam hal bisnis.


Jadi, bila business stakeholder (baca: para petinggi di industri film) tidak mau ber-kreatif sedikit (tidak usah banyaklah) dalam membuat dan menggarap filmnya, tentunya jumlah sinetron akan berkurang, yang berimplikasi pada terciptanya tontonan yang lebih segar, mendidik dan berdaya guna bagi masyarakat Indonesia.


Maju terus perfilman Indonesia !

5 comments:

  1. sinetron indonesia emang parah deh.. kebanyakan cm berkisar bullying org doang.. kyknya mlh jd ngajarin penonton cara2 utk balas dendam, ngerjain org, dll gitu deh.. yg pny makna baik rasanya udah ga ada.. berharap aja deh sinetron ramadhan msh lbh bagus.. th lalu kyknya jg cm ngeliat si tamara blezinsky dibulan2in org doang.. ^^; gw heran, knp ya sinetron indonesia pasti mesti menampilkan adegan org di-bully.. ga ada gitu tema lain, misalnya kedokteran kyk House, ER, Private Practice, atau detektif kyk Life.. dr dulu ituuu itu aja.. mulai dr sinetron perdana Noktah Merah Perkawinan.. ckckck..

    btw, menurut gw Desperate Housewives itu membosankan. Hahahaha.. Entah knp ya sptnya kok ngga enak ditonton. Ngantuk gw nontonnya. Private Practice jg sih bosen, mendingan Ugly Betty deh.. Hehehe.. Kemaren ini gw msh suka nonton Upik Abu & Laura, sekedar mau ngeliat si Cinta Laura dikerjain aja sih. Lucu jg ngetawain dia kesusahan krn karakter 'asli' nya yg super manja. Hehehehe... Tapi lama2 bosen jg soalnya ceritanya udah muter2 ngga keruan. Diusir lagi, diusir lagi. Begitu2 aja deh. Lingkaran setan. Mestinya udah tamat tuh, tapi dipanjang2in krn ratingnya naik. Coba lo produserin mini seri baru aja Yad ^^ Hehehe...

    ReplyDelete
  2. Thanks for comment che. Orang kita itu suka nonton yg bully, jadinya laku deh di pasaran. Karena laku, dibuat terus deh... begitu adanya Bu.
    Despreate Housewives mnrt gw bagus loh, apalagi Bree yg over melankolis itu. Pendalaman karakter nya secara psikologis keren banget.
    Kalo Cinta Laura, ke laut aja deh.... gw cuma mau ketemu sama Publicist nya dia, bisa buat si CL itu jadi nge toph banget dan meledak di Indonesia. Hebat !

    ReplyDelete
  3. kata siapa yad org indonesia suka nonton yg bully2? AC Nielsen? sm kyk elo, gw ga pernah dgr ada yg rumahnya dikasih remote AC Nielse.. hehehehe... sbnrnya yg komentar negatif soal sinetron indonesia kan udah byk.. mgkn ratingnya msh tinggi krn ga ada pilihan lain untuk ditonton? semoga dgn murahnya kabelvision, semakin byk org yg nonton film lain selain sinetron indonesia sehingga ratingnya semakin jeblok dan MD Entertainment atau apa lah gitu bisa bikin sinetron yg lebih bagus lagi ceritanya..

    ReplyDelete
  4. emang bang**t! bantai aja tuh punjabi2 india!!

    ReplyDelete
  5. @anonymous
    heitss... jangan kasar dan rasialis ahh... gak asik...
    memang mereka berhasil masuk ke perfilman indonesia dan berhasil. itu aja. Kita mesti buktiin sebagai bangsa Indonesia yang masih punya kreatifitas dan selera film yang bagus, bisa menciptakan karya yg JAUH lebih bermutu dibanding sinetron-2 itu. Hehe.

    ReplyDelete

17 Agustus

  Empat ratus lima puluh tahun masa kolonisasi Empat setengah tahun dalam siksa dan penuh derita Penuh pergolakan demi kedaulatan negeri Akh...