Sunday, July 28, 2019

Perjumpaan dengan Gagal Ginjal

Teringat pesan ayah saya utk mengisi tekanan angin, dalam perjalanan dinas ke arah Poris, Tangerang, saya sempatkan mampir pom bensin Pertamina.  Rencana hanya mengisi tekanan angin biasa, akhirnya jadi mengisi angin dengan Nitrogen, atas masukan dari partner bisnis saya yg duduk di sebelah.  Sebagai pemula di bidang pengisi angin dengan Nitrogen, ternyata jika ingin mengisi Nitrogen, ban yg ada harus dikosongkan terlebih dahulu, kemudian baru diisi dengan Nitrogen.  Satu ban (mobil) harganya Rp 10.000,- untuk pertama kali isi. 4 ban jadi memakan waktu lama.

Kantong kemih rasanya sudah meluap, sehingga saya minta tolong partner bisnis saya utk menggantikan saya di bangku pengemudi selagi saya menunaikan panggilan alam. Saat kembali ke mobil, saya tidak enak hati melihat 2-3 antrian motor di belakang saya, kontan saya ajak ngobrol bapak setengah baya dengan kaos putih yang persis antri di belakang saya.

“maaf ya pak, nunggu lama, saya baru pertama kali isi”
“oh ngga apa2”
“bapak sering isi nitrogen pak ?”
“sejak tahun 2000”
“WOW”

Saya menanyakan perbedaan angin biasa dengan angin nitrogen, ia menjelaskan berbeda dan terasa ketika mengemudi di jalan tol dan beberapa keunggulan lainnya. Asik ngobrol, saya tanya dia kerja dimana, bagaimana keluarganya (pakai jurus FORM: Family, Occupation, Recreation, Message). Beliau kerja di daerah jakarta barat.  Anaknya 3, laki-laki semua. Anak pertamanya, saat kenaikan SMA 3, terdiagnosa gagal ginjal, dan meninggal dunia setelah 10 hari dirawat di Harapan Kita
Shock sekali saya mendengarnya, setelah mengucapkan turut berduka, saya alihkan pembicaraan dengan menanyakan anak ke 2 dan ke 3. Ternyata anak ke 2 baru lulus SMA kelas 3, sedang menunggu pengumuman sekolah penerbangan. Anak ke 3, baru umur 6 tahun. “wah jauh ya jaraknya”, celetuk saya.

Keingintahuan saya mengalahkan rasa malu, akhirnya saya beranikan diri untuk menanyakan kenapa anak pertamanya bisa kena gagal ginjal, dengan tidak lupa menambah kata-kata “maaf ya pak saya nanya ini, kalau boleh tau kenapa anak bapak yg pertama bisa kena gagal ginjal ? apakah minumnya kurang ? Saya bergerak di bidang filter air minum”

Sang Bapak sama sekali tidak keberatan menjawab pertanyaan itu, kemudian ia menuturkan kisahnya...
Ketika anak pertama itu didiagnosa gagal ginjal, seluruh rumah sakit di daerah Tangerang tdk ada yg mau menerimanya, dugaan saya karena peralatan yg belum mumpuni. Akhirnya ke Harapan Kita. Di RS itu, sang bapak melihat banyak anak-anak mudah (di bawah 20 tahun) yang terkena gagal ginjal, karena penasaran sang bapak menanyakan kpd orang tua pasien kenapa bisa terjadi.  Semua menjawab karena anak-anak itu terlalu sering minum-minuman dalam kemasan/jajanan pasar.  Dokter yang menangani putra sang  bapak juga berpesan agar minuman-minuman itu jangan diminum.  Sontak saya kaget luar biasa, karena baru saya tahu akan informasi ini, sepengetahuan saya orang yang kena gagal ginjal adalah para senior/lansia (lanjut usia) yang karena faktor umur, ginjalnya sudah berkurang fungsinya; penderita diabetes/darah tinggi/penyakit degeneratif yang harus minum obat seumur hidup.

Salah satu passion saya adalah kesehatan, selain untuk diri sendiri tapi saya senang sekali bila bisa membantu orang lain hidup lebih sehat. Saya pernah belajar tentang air yang berkualitas untuk kesehatan, membaca-baca literatur yang ada, dan saya bersyukur bisa bertemu dengan sang bapak...

Bila saja saya tau ilmu tentang air dan kesehatan jauh lebih awal, dan saya bisa share ke banyak orang, mungkin saya bisa menyelamatkan nyawa orang hari ini...

17 Agustus

  Empat ratus lima puluh tahun masa kolonisasi Empat setengah tahun dalam siksa dan penuh derita Penuh pergolakan demi kedaulatan negeri Akh...