Monday, December 21, 2020

Cerpen: Penumpang (Part 1)

“Jadi.... kamu sebenarnya mau kemana?” tanyaku lirih. Beberapa detik tak ada suara tanggapan.  “Sudah Pak.. jalan saja.. saya ikut kemana mobil ini pergi,” jawabnya.  

“Baiklah kalau begitu.”

Sabin, nama anak yang duduk di lantai bagasi mobilku, usianya belasan tahun, belum 17 nampaknya. Tadi ia naik taksi online-ku di daerah Setiabudi, hendak menuju ke Pluit.  Di perjalanan ia menaruh 3 keping emas kecil di samping bangku ku lalu berkata pelan, “Pak Ganjar, bolehkan saya duduk di bagasi sehari ini, biarkan saya menumpang dan tidur nanti ketika bapak sudah selesai kerja, saya janji akan diam.  Saya berikan 3 keping emas ini sebagai bayarannya.  Anggap saja saya tidak ada, ambil penumpang seperti biasa.”  Sontak aku mengerem dan meminggirkan mobilku sampai berhenti di tepi jalan dengan hazzard menyala.  Kunyalakan lampu kabin dan menengok belakang, “Apa ?”

Sorot matanya tajam, meski memakai masker aku melihat matanya yang coklat tidak berkedip, “Biarkan saya duduk di bagasi selama bapak bekerja, saya ingin keliling kota ini.” Permintaan yang sangat tidak biasa.  Memang sekarang lagi pandemi, orang-orang tidak berkeliaran di kota karena takut terjangkit atau menularkan virus.  Banyak industri terguncang bahkan hancur karenanya.  Hampir semua perusahaan melakukan work from home, kerja dari rumah, tak sedikit yang mengurangi pendapatan pegawainya bahkan PHK.  Keluargaku juga terdampak, aku full time taksi online harus merasakan pengurangan pendapatan yang sangat signifikan, kalau orang-orang tidak bepergian tidak kerja, lantas siapa yang kuantar ?  Istriku yang tadinya ibu rumah tangga, terpaksa membuat kue dan menjualnya online.  Jaman ini, harus ikat pinggang dan menyingsingkan lengan baju, berhemat dan pandai-pandai mencari uang tambahan.

Tiga keping emas seukuran logam 1000, itu akan sangat membantu di tengah pandemi, pikirku.  Tapi

bagaimana anak ini, masa duduk di bagasi selama aku kerja ? Bagaimana nanti kalau ada orang yang bawa barang di bagasi? Bagaimana keselamatan anak ini? Oh, apa aku berpikir kejauhan?

“Hmm... Sabin ya namamu ?” ujarku sambil menatap layar smartphoneku.

“Iya” tak ada gentar dalam suaranya.

“Di mana kamu tinggal, Sabin?”

“Bagaimana Pak Ganjar tawaran saya?” ia tidak menjawab pertanyaanku, persisten dengan kemauannya. “Bagaimana kalau ada yang taruh barang di bagasi?” tanyaku, “Bapak bilang saja kepada orangnya ‘Biar saya yang taruh di bagasi, mas/mbak silakan duduk di mobil’” Benar juga, bisa dengan cara begitu (/ itu).

“Baiklah, kalau itu yang kau mau” aku kembali mengarahkan pandanganku ke depan, mematikan lampu kabin dan hazzard, melanjutkan perjalanan.  “Tapi Bapak harus tetap ke Pluit, kalau engga nanti ketahuan di sistem,” ujarku menjelaskan. “Ia ngga apa-apa, nanti kalau sudah di Pluit, baru saya pindah ke belakang.”

........

Tuesday, December 15, 2020

Review: Sleep Inn Box – Jogja

1.       Parkir mobil Cuma 1.
2.       Sendal lepas, tidak ada tempat yang proper untuk menaruhnya.
3.       Resepsionis OK, ramah, service cepat.
4.       Lantai 1: beberapa ruangan
Lantai 2: 1 ruangan saja (8 bed), pintu gesernya sulit untuk dirapatkan, suka nge-gelosor sendiri.
Kamar mandi Cuma ada 2
A.  Kamar mandi + toilet (air panas)
B.  Kamar mandi (air dingin)
5.       Loker cukup spacy.
6.       Pantry.
7.       Tempat gantung handuk basah di luar – jemuran tali.
8.       Kamar mandi kecil, jadi cipratan air mengenai gantungan baju.
9.       Common room di lt.2, TV, bean bag.  Cukup cozy.  Tanpa kursi/sofa.
10.   Wifi lt.1 dan lt.2 ready.
11.   Harga capsule: IDR <60K/nite/bed.
12.   Lokasi dekat terminal dan laundry kiloan.

Tanggal menginap 3 – 4 Sep 2020

Saturday, December 12, 2020

Sisa Daun

Memperhatikan pohon persis di depanku
Saat meminum kelapa di bibir pantai Pandawa
Aku baru tersadar bahwa 90% daun dari pohon ini sudah tiada
Sisanya di bagian kiri bawah, masih tumbuh dengan subur
Jadi muncul pertanyaan “Kok bisa?”
“Kenapa bisa begitu?” “Mengapa ya?
Sontak aku mengaitkan dengan kehidupan manusia
Ada orang yang sudah berkali-kali terpukul dengan bermacam-macam kesulitan/masalah,
Tapi ia tetap bertahan hidup/surviving
Orang yang lain lagi lahir dengan disabilitas, berjuang tiap hari dalam hidupnya dan bisa hidup mandiri
Pohon ini meski daunnya sebagian besar sudah rontok tapi ia masih bertahan hidup
Ia tidak menyerah dan terus berjuang untuk hidup (syd)
 

Pantai Pandawa, Bali
3 November 2020

Monday, December 7, 2020

Review: Caca Homestay (Reddoorz) – Kediri

1.       Parkir mobil hanya 3.
2.       Lokasi mudah ditemukan, pointing gmaps persis.
3.       No breakfast, jangan sedih jangan bimbang, ada warung pecel persis di depan hotel.
4.       Kamar mandi ada gantungan baju cukup.
5.       Dekat tempat wisata: Museum Airlangga + komplek.
6.       Relatif tenang dan bersih.
7.       Ada pantry dan bisa masak.
8.       Lobby/common room bisa untuk nongkrong dan makan.

Thursday, December 3, 2020

Renungan Harian 3 Desember 2020

Renungan Harian 

Kamis, 3 Desember 2020

Pesta S. Fransiskus Xaverius, Imam & Pelindung Karya Misi

“Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil.Matius 28:17-18

"Tidak pernah ada seorangpun yang dapat unggul dalam hal-hal besar, bila pertama-tama tidak unggul dalam hal kecil" (St. Fransiskus Xaverius)

“Pergi ke seluruh dunia, wartakanlah Injil,” lirik Mazmur yang ngga asing ‘kan, gaess? Sadar ngga gaess kalau kalimat ini adalah kalimat terakhir yang diucapkan Tuhan Yesus sebelum meninggalkan murid-muridnya? Bisa dibilang ini adalah wasiatnya Tuhan Yesus. Kalau wasiat itu berarti penting apa engga ya? Trus mewartakan Injil tuh bagaimana sih? Berdiri di depan banyak orang dan mengupas Kitab Suci? Pergi ke orang-orang sakit kusta, merawat mereka seperti St. Theresa dari Calcutta? Pergi ke daerah-daerah misi dan ngomongin tentang Yesus? Sebelum menjawab pertanyaan ini, ada baiknya kita simak kisah hidup tokoh ini.

Fransiskus seorang bangsawan kelahiran Spanyol, saat studi di universitas di Paris, ia sekamar dengan Ignatius Loyola yang kemudian menjadi pengaruh besar terhadap jalan hidup Fransiskus di kemudian hari.  Bersama Ignatius Loyola dan 5 rekan yang lain, termasuk Petrus Faber, Fransiskus mengikrarkan kaulnya pada tanggal 15 Agustus 1534, menandai awal berdirinya Serikat Yesus. Pertanyaan dasar yang membuka lembaran hidupnya yang baru ialah, “Apa gunanya seseorang memperoleh seluruh dunia, namun kehilangan jiwanya?” Yang akhirnya mengilhai jalan hidupnya sehingga ia berani mengabdikan seluruh hidupnya sebagai seorang Abdi Allah bagi penyebaran Injil dan pembangunan Kerajaan Allah di dunia.

Santo Fransiskus Xaverius (FX) yang pestanya kita peringati hari ini merupakan teladan dalam pewartaan Injil.  Sebagai seorang Imam Jesuit dan Pelindung Karya Misi, ia melaksanakan perintah Yesus ini secara luar biasa.  FX benar-benar pergi ke seluruh dunia, ke banyak negara lebih tepatnya, Goa-India;  Jepang; Malaka; sampai ke Indonesia bagian Timur (Maluku dan Ternate), demi pewartaan Injil. Bahasa-bahasa daerah setempat juga ia pelajari agar lebih mudah diterima oleh warga setempat.

Melanjutkan pembahasan awal, “Mewartakan Injil?  Harus jadi pewarta dong?” Engga gitu juga, Ferguso. Dengan kita melakukan apa yang benar dalam Injil, berbuat cinta kasih, melakukan studi/pekerjaan/usaha kita dengan benar & taat kepada Injil, tidak korupsi (waktu, uang, apapun), itu sudah mewartakan Injil loch!  Lakukan saja hal-hal kecil dengan hati yang tulus.  Dan coba tanyakan ini ke diri sendiri: Apakah perbuatanku, kata-kataku sesuai dengan apa yang Tuhan mau? Apakah orang lain melihat Tuhan dalam diriku? Jika jawabannya iya, berarti gaess sudah mewartakan Injil. Bagaimana bisa mewartakan berita baik ke orang lain, kalau kitanya sendiri engga melakukan hal yang baik, ya ga sich? Gaess percaya sama sales motor X yang datangnya naik motor Y? Dia sendiri ngga pakai produk yang dia jual, mana bisa kita percaya sama dia?

Apakah kita menghadirkan kebaikan kepada sesama kita, lingkungan alam dan segala ciptaan Tuhan? Masa adventus menjadi kesempatan indah bagi kita untuk mewujudkan tanggung jawab kita sebagai murid-murid Tuhan untuk mewartakan kebaikan kebaikan di mana pun juga. (syd)


*ditayangkan di Instagram @katolikvidgram

Monday, November 30, 2020

Mendengar hanya mendengar

Betapa sulitnya mendengar hanya mendengar

Tanpa pakai otak, berpikir, asumsi

Melepaskan kegiatan mendengarkan dengan berpikir

Mendengar bunyi suara bising knalpot motor

Tidak mengumpat berisik!

Kenapa sih mesti berisik gitu ?  Motornya diapain sih ?

Siapa sih itu ?  Pake knalpot apa sih ?

Bereaksi terhadap apa yang didengar, bukan itu

Suara tabrakan di jalan

Kepala mencari sumber bunyi

Mencari tahu ada apa

Penasaran.  Ingin tahu.  Padahal, bukan urusannya.

Mendengar hanya mendengar.

Friday, November 27, 2020

Lirik #02: Yang sudah, ya sudah

Sore hari menatap derasnya hujan

Dari balkon rumah ini

Langit pun mendung

Tiada lagi cahya mentari

 

Begitu pula rasa ini

Ketika kau pergi dari hatiku

Bahkan tak ucapkan slamat tinggal

Tanpa melihat ke belakang

 

Reff.

Yang sudah, ya sudah

Masa lalu tak bisa diubah

Ikhlaskan saja

Mohon kekuatan


song lyric: syd

Wednesday, November 25, 2020

Lirik #01: (me) Lupakanmu, (me) lupakanmu

Ratusan kilometer pisahkan kita

Ratusan hari sejak saat itu

Semakin keras kucoba (me) lupakan, mu

Semakin hati (ini) dalam mengikat, mu

 

Banyak hal ingatkanku padamu

Live music yang kunikmati

Mainkan lagu kita, dahulu

Beginikah asmara, deritanya tiada akhir?

 

Asmara... (deritanya tiada akhir)


song lyric: syd

x

Sunday, November 22, 2020

Dia jadikan baik dari yang buruk sekalipun

Bangun siang hari, matahari tegak di atas

Cakap yang berisik dari teman sekamar

Menjadi bekerku

Kencang kali suaranya, batinku

Baru bangun, langsung kesal perasaan ini

Bukan awal hari yang kuinginkan.

 

Melancong kesana-sini

Urusan bisnis hari ini didahulukan

 

Sore-sore melaju cepat

Malah bertumbukan

Senggol dikit jozz!

Kasus deh, telpon sana telpon sini, urus asuransi

Namun Tuhan masih di pihakku, memang selalu sih

Orangnya baik, tidak marah seperti banyaknya orang di jalanan yang kesenggol

SIM kuberi sebagai jaminan

Besok pagi bertemu di bengkel

 

Anehnya, lepas dari pertemuan itu hatiku tidak kesal

Kulaju kendaraan ke Hartono Mall

Danz Base jadi tempat pelarianku

Kutolak semua telepon dan chat

Hanya ingin sendiri

This is my me time

 

Lima game berlalu, keringat mengalir tiada akhlak

Lapar yang kutahan dari tadi

Perlu dicari pelampiasan

Tengok kiri, tengok kanan

Secercah kudengar lantunan gitar

Live music jerit hatiku girang!

Tuhan memang sungguh baik

Ia menjadikan hal baik sekalipun dari perkara yang buruk

 

Diberinya aku menikmati live music sambil makan

Gitar akustik, bass dan vocalist kaum hawa

Bukan perutku yang melulu perlu diberi asupan

Jiwaku ini butuh asupan bergizi

Musik-musik indah pas sekali untuk jiwa yang lelah ini

 

Jogjakarta, 7 September 2020

Saturday, November 21, 2020

Review: Aliya Homestay – Jogja

1.       Sangat unik karena dibagi 2: Oyo dan Reddoorz.  Oyo (kiri) untuk yang private room, Reddoorz (kanan) untuk yang dorm.

2.       Lokasi di gang, jadi relatif sepi.  Parkir bisa 4-6 mobil.

3.       Bangunan sangat lebar, bekas rumah besar yang diubah jadi homestay.

4.       Room 1: ada bed yang vertikal dan horizontal.  Tirai tidak menutup sempurna, ada celah, NOT OK.  Tangga enak dinaiki dan pegangan kokoh.  Sebelah ranjang ada space untuk taruh barang/tas.  Lampu di bed tidak langsung nyorot ke bed tapi mantul à arsitektur/interior OK.  Colokan kaki 3 OK.  Kotak untuk penyimpanan barang, OK.  AC dingin, ada 2 unit.

5.       Room khusus female berbeda.

6.       Minusnya: loker tidak otomatis dapat, kudu minta dan jumlahnya sangat terbatas, ukuran kecil.

7.       Kamar mandi: 3, toilet: 3.  Gantungan baju di kamar mandi cukup banyak.

8.       Common room Oyo sangat LUAS.  Sofa, kursi, meja.  Kalau saja semua furnitur diangkat, muat 6 meja billiard, kata staf yang jaga malam.  Seriusan, luas banget.

9.       Common room Reddoorz: 3 set meja makan dan kursi biasa.  2 meja bar (tinggi) nempel tembok dan kaca.  Colokan tersebar dan disediakan extension.

10.   Malam pagar ditutup, namun tidak dikunci.

11.   Alas kaki harus lepas, ada tempat taronya di dalam.  Tempat penyimpanan helm juga ada.

Wednesday, November 18, 2020

Review: D’Kamboja Hostel (Reddoorz) – Jogja

1.       Lokasi dekat Bandara (lama) Adisucipto

2.       Harga <50K IDR (fluktuatif), dorm/bunk bed (4-8 bed/room).  Ada private room juga, include breakfast.

3.       Parkir mobil lk. 6 unit, lokasi di belakang, beda dengan pintu masuk utama.

4.       Room bersih.  Bunk bed bertirai full, depan kiri kanan.

5.       Kamar mandi dalam ruangan.  Luas, gantungan baju lebih dari cukup.  Ada gantungan handuk banyak.  Tempat taruh perlengkapan mandi cukup besar.  Shower OK, air panas juga tersedia, toilet duduk.  Karena cukup lapang, pas mandi cipratan air tidak sampai ke pakaian/handuk yang digantung.

6.       Interior kamar dorm, 2 sofa dekat sepasang bunk bed. Di antara 2 pasang bunk bed ada meja kecil.  Loker cukup untuk tas fitness dan ransel.  Kolong ranjang blong, ranjang model panggung, jadi kalau bawa koper, bisa ditaruh di bawah ranjang.

7.       Cafe dengan menu makan & minum cukup bervariasi untuk tamu yang sudah pewe & ogah keluar hotel.  Daripada kelaparan nunggu ojek online, mending nongkrong santai di kursi-kursi kayu panjang ala Jawa dan pesen makan di sini.

8.       Parkiran mobil ada 2 yang atap, dan ada ayunan set untuk yang mau mengenang masa kecil, tenang kenangan dengan mantan engga ikut kebawa-bawa kok.

9.       Common room banyak kursi dan sofa untuk bersantai ria bersama teman/keluarga/gebetan  #ehh

10.   Bisa laundry juga 5K/kg, jadi ngga usah pusing cari-cari laundry.

11. Staf dan owner dari hostel ini sangat ramah, bisa banget diajak nongkrong bareng, becanda sampai mabar (Mobile Legend).

Monday, November 16, 2020

Selamat Jalan Jesuit !

RIP RP Romualdus Maryono, SJ


Beberapa hari berlalu semenjak ku-menonaktifkan semua sosial media milikku.  WA business (WA regular sudah lama ku-off-kan, akhir Mei 2020 kalau tidak salah ingat), Instagram, FB & messenger-nya, Line.  Why?  Hati dan rasa-ku inginnya begitu. 

Karena ingin mencari sebuah informasi yang ada di FB grup, aku terpaksa membuka FB dari browser.  Begitu berhasil login, postingan teratas adalah postingan teman gereja-ku yang sudah lama tidak kontak (10 tahun mungkin), sebut saja JA.  Dalam postingan yang panjang ia menuliskan di kalimat pertama bahwa Romo Maryono SJ sudah dipanggil Tuhan.  Bagaikan kilat menggelegar persis di depan mataku, aku kaget sekali membacanya.  Lebih kurang 1-2 bulan lalu aku sengaja mampir ke gereja tempat beliau berkarya, sekedar bertegur sapa, ngobrol mengenang masa lalu dan update kawan-kawan jaman beliau di Jakarta, Paroki Santa Perawan Maria Ratu/Blok Q lebih tepatnya.  Aku sampai membaca 3x kalimat yang ditulis JA, jangan-jangan aku salah baca.  Tapi, itu benar.  Apa yang kubaca itu benar, tanggal 10 November 2020 beliau dipanggil Tuhan.  JA menulis banyak memori tentang kebaikan yang sangat berkesan dari Romo Mar, begitu panggilannya.

Pas sekali waktu aku membaca postingan JA, saat itu aku sedang di Semarang, tempat ia berkarya.  Segera setelah aku selesai membaca, aku telepon temanku yang di Malang, temanku dekat dengan Romo Mar, untuk klarifikasi.  Temanku menceritakan bagaimana Romo Mar bisa dipanggil Tuhan, lalu tahu dari mana, bagaimana misa-misa-nya disiarkan live streaming dan dimakamkan di Girisonta.  Setelah itu aku telepon ibuku, ternyata dia sudah tahu duluan info itu, yaa sosmed memudahkan dan mempercepat penyampaian informasi, bahkan beliau memberitahukan info itu kepadaku tapi WA-ku sudah keburu off saat itu.

Aku, meskipun tidak terlalu dekat dengan beliau, tapi beliau adalah salah seorang Jesuit (Romo-romo Serikat Yesus) yang menjadi idolaku.  Soldier of Christ yang beranio berbuat dan tampil beda.  Berani berjalan di ujung/on the edge.  Di mana semua pastoran paroki adalah tempat yang tertutup, Romo Mar malah membuka pintu pastoran bagi umatnya.  Kontroversial memang.  Beberapa kali, eh sering deh, aku dan teman-teman sehabis misa, naik ke pastoran.  Tidak ada orang di sana, kami langsung ke meja makan dan mengangkat tudung saji, ada makanan apa yang bisa disantap.  Ambil gelas sendiri, seduh minuman sendiri.  Begitulah kelakuannya.  Seperti rumah sendiri.  Romo Mar yang sangat humble berusaha merangkul semua umatnya.  Kalau ada yang konsultasi/curhat ke beliau, ia mendengarkan dengan sangat sabar, tidak memotong dan menjadi good listener.  Sering memasakkan umatnya makanan, membuat “minuman” yang belakangan ia beri nama “Jesuitin.”  Ha ha ha, membekas sekali di ingatanku.  Mencoba-coba berbagai fermentasi beberapa jenis pangan, menjadi minuman beralkohol.  Sikapnya yang ke-bapa-an membuat umat semakin dekat dan mengasihinya. 

Sekarang kau telah berpulang.  Aku berani bertaruh ada ratusan, ah... salah, ada ribuan pasang mata yang basah, mengalirkan air mata kesedihan dan kehilangan mendengar engkau sudah tiada.  Terlebih tidak dapat menghadiri misa requiem dan pemakamanmu.  Suatu saat nanti, aku akan mendoakanmu langsung di Girisonta.

Selamat jalan Jesuit, Tuhan Allahmu menanti!  

Sampaikan salamku pada St. Ignatius Loyola. Ad maoirem Dei gloriam.



Semarang,  16 November 2020

Sunday, November 15, 2020

Langit saja menangis

Kalau kau sedih, merasa terasing

Tidak tahu harus melangkah ke mana

Tidak ada yang mau mendengarkanmu

Hilang pengharapan, bahkan depresi

Itu sah-sah saja

Adalah wajar tidak selalu dalam keadaan baik

Wednesday, November 11, 2020

Debur ombak

Deburan ombak terus menerus kudengar

Meski gelap menutupi pandangan

Tapi aku tahu kau disana

Dibalur pasir, disapu ombak

 

Jangkrik saling bercengkrama

Mengisi gelapnya malam

Sesekali truk dan motor terdengar melintas

Lampu rumah nampak di ujung cakrawala

Pantai selatan, esok akan kusibak wajahmu

 

Pelabuhan Ratu, 25 september 2020

Saturday, November 7, 2020

Tour de Linggarjati

Memutuskan untuk gowes ke Gedung Pertemuan Linggarjati yang kemarin sudah didatangi bersama teman.  Dengan wacana merayakan kemerdekaan Republik Indonesia di situs bersejarah (baca: buat bahan konten kekinian & relatable – materi IG).

Belum 15 menit aku gowes dari rumah teman di Kuningan, nafas sudah mau putus, aku berhenti dan duduk di pinggir jalan, meluruskan kaki, nafas senin-kemis.  Rasanya pintu surga sudah samar-samar terlihat, apa sekarang waktuku?  Gila, belum terlatih untuk medan uphill-downhill, badanku menjerit kesakitan, ingin menyerah.  Setelah nafas sudah mulai normal, dada tidak lagi sakit, pikiran sudah lurus kembali, gowes pun kulanjutkan.

Entah berapa kali aku berhenti dan berjalan menenteng sepeda, karena badan yang tidak sanggup menghadapi medan yang ekstrim (bagiku).  Papan petunjuk “Gedung Pertemuan Linggarjati 1 km,” tidak kurang dari 3 kali aku berhenti, turun dan berjalan.  Aku sudah pasrah, memang belum sanggup, tidak apa-apa aku turun dan berjalan.  Tidak ada yang perlu aku buktikan.

Sesampainya di Gedung Pertemuan Linggarjati, air kelapa yang pertama kusambar, segar sekali setelah lelah menggowes.  Minum degan (kelapa) ketemu rombongan dari Pondok Gede yang suka bercanda, lumayan teman ngobrol sebentar.  Setelah foto-foto sepedaku di Linggarjati, aku mampir ke cafe yang kemarin aku sambangi bersama teman.  Kenapa datang lagi?  Karena teteh barista yang manis #ehhh.  Habis sudah aku gombali teteh itu, kemudian aku gowes pulang.

Perjalanan balik banyak menyimpan cerita.  Pertama, shifter (pengganti gigi) belakang trouble, sehingga aku tidak bisa menaik-turunkan gigi, rantainya bertahan di gigi yang paling berat.  Ke dua, lampu belakang, yang baru beli di Kuningan, mati.  Ke tiga, earphone bluetooth low battery, satu-satunya hiburan yang bisa kudapat ketika gowes jadi hilang, padahal lagu bisa membawa mood bersemangat dan sangat menghibur.

Berkali-kali turun dan jalan kaki jinjing sepeda atau istirahat ambil nafas dan me-relaks-kan paha juga betis.  Medan pulangnya, oh sungguh terlalu kalau kata Bang Rhoma, nanjak terus ngga dikasih kendor.  Akhirnya sampai juga di rumah temanku, di perjalanan ia sempat menawari untuk menjemputku. 


Kuningan,  17/08/2020

Friday, October 30, 2020

Review: Kopi Jo – Jogja

1. Bandrek rempah: tidak seperti bandrek rasanya lebih ke wedang rempah.  Bandrek itu ada pedas-pedasnya, yang ini engga.

2. Kopi jo: medium rasa rempahnya, pembuatan kopi yang engga lazim tapi unik, dimasak di tembikar.

3. Cokelat susu: kepekatan cokelatnya kurang, jadi “watery”, rempahnya nonjok banget, kayu manisnya sangat berasa.

4. Teh tarik: strong rempah, i like it.



Jogjakarta, 5 September 2020

Sunday, October 25, 2020

Review: My Studio Hotel – Surabaya

1.       Lokasi: pusat kota, dekat St. Gubeng, jalan besar.  Seberang cafe tiap malam ada live music.

2.       Room rate di lokasi 150K.  Traveloka disc >50%

3.       All room dormitory, ada yang vertikal dan horizontal, ada yang isi 2 orang juga, bisa request.  Loker tepat di bawah ranjang.  Kunci loker dan handuk mandi dipinjamkan dengan deposit 100K tunai.

4.       Parkir motor gratis.  Parkir mobil di Lifestyle Hotel, 2 bangunan setelahnya.  Parkir mobil juga gratis.

5.       Kamar ada di lantai 2 & 3, masing-masing 30 bed.  Toilet di lantai 2 & 3 masing-masing ada 1, di lantai 4 ada 5 toilet.  Sayangnya area toilet di lantai 4 tidak ada AC.  Di lantai 4 ada 4 bed.

6.       Breakfast included, jarang-jarang nih capsule hotel dapat bfast.  Walau hanya roti dan selai, minumnya teh dan coffee aja sih.  Jam 06.00-10.00, jangan sampe terlewat!

7.       Bed nyaman.  Tanggah kokoh.  Ada space sebelum ranjang untuk taro barang.  Lampu bed juga dipasang di langit-langit jadi ngga silau ke mata.  Tersedia colokan dengan kaki tiga.

8.       Resepsionis ramah, sigap dan tanggap.

9.       Common room tersedia high chair + meja bar tentunya, TV internet (bisa lihat youtube), jual minuman dingin & snack penuh micin juga.

10.   Ada tamu laki-laki yang kalau ngomong di lobi, Ya Tuhan itu suaranya kaya lagi pimpin rapat keluarahan. Gede bangett!  Untungnya dia tidur lebih larut dari saya jadi ngga tau kelakuannya di kamar.

Thursday, October 22, 2020

Review: Hotel Sumber Waras – Magelang

1. Pelayanan OK

2. Kamar mandi luar

3. Sarapan (2 porsi): nasi box (nasi + ayam sepotong + tahu & tempe kecil + teh tawar)

4. Kamar STD, IDR 125K, TV, kipas angin.

5. Parkir cukup luas.  Sering diparkir mobil box, truk kendaraan para sales yang langganan di sini.

Thursday, October 15, 2020

Review: Hotel Wisata – Magelang

1. Kamar paling murah, IDR 150K, kipas angin.

2. Ranjang single 2 buah, letaknya di basement, dengan parkir yang luas, banyak mobil travel yang parkir.

3. Breakfast dengan menu (2 porsi): nasi goreng seceplok + tomat timun selada dan teh tawar.

4. Kamar mandi pintu ngga bisa rapat, agak bau, bak mandi ada serpihan cat terkelupas.

Wednesday, October 7, 2020

Review: Mutiara Hotel – Magelang

1. Kamar #313, IDR 90K, lantai 3.  Kamar mandi dalam, kunci slot tambahan untuk gembok pribadi.  Pernah ngga sih liat kamar hotel pake gembok?

2. Lampu kamar redup.

3. TV umum persis di depan kamar jadi berisik.

4. Kamar agak bau, kamar mandi juga bau pengap dan apek.  Bak mandi kosong, harus diisi dari 0 (seperti Pom Bensin Pertamina #halah).

5. Meja kecil 40x80cm dan lemari dengan 4 laci.

6. Gantungan baju extra banyak 7x2 = 14.  Di kamar mandi ada 5.

7. Cermin OK

8. Parkir mobil sedikit dan bertumpuk.  Tidak boleh memanaskan kendaraan (mobil dan motor) di dalam hotel.

9. Berisik karena persis pinggir jalan yang ramai.

10. Tidak disediakan tempat sampah baik di dalam kamar maupun kamar mandi.


Thursday, October 1, 2020

Review: Hotel Panorama – Bandungan

1.       Lokasi OK

2.       Parkir luas, motor dan mobil.

3.       Cuaca: angin terus menerpa sejakku datang, bahkan angin menyapa kedatanganku.

4.       Kamar angrek – Standard IDR 110K (weekday).

a.       Pintu kamar (Angrek 2) tidak dapat ditutup, harus dikunci, selotnya sudah tidak ada.

b.      Banyak semut baik di kamar 1 atau 2. 

c.       Keran air panas pemasangannya tidak begitu baik sehingga sulit ditutup kembali. 

d.      Gantungan baju di kamar dan kamar mandi OK 

e.      Fasilitas kamar: handuk, sabun, sampo, air mineral (600 ml) 2 pcs, breakfast (nasi goreng merah).

5.       Service: pelayanan staf ramah, cepat tanggap dan baik.

6.   Ada saung di sisi hotel enak banget buat santai, nongkrong atau pengasapan.  Sampe hampir tidur di sini.

Thursday, September 24, 2020

Review: New Bandungan Indah – Bandungan

 1.       Kamar STD Double:

a.       Dinding bata merah unik dan bagus

b.      Kamar mandi ukuran miniatur, pas mandi kaki hampir tidak bergerak

c.       Wastafel dalam kamar mandi kecil dan letaknya di pojok/sudut, susah banget kalau gosok gigi/cukuran.

d.      Gantungan handuk & baju di kamar mandi OK banget, banyak & enak.

e.      Gantungan baju di kamar tidur, ada 4, berupa paku yang dilapisi selang plastik dan ditancapkan di belakang pintu utama.

f.        Ranjang besar.  Di dipan/head rest/belakang ranjang ada bagian atas yang bisa dipakai untuk meletakkan barang.

g.       Meja hanya 1 dan ukurannya kecil (lebar + 30 cm), sudah space kecil dikurangi untuk TV.

h.      Colokan Cuma ada 1.

i.         Pintu dari kayu, kalau siang, kelihatan ada bolong/rongga di sambungan kayu-kayunya.

j.        Banyak semut hitam besar (di meja dan kamar mandi)

k.       Air shower kecil (lebih kecil di kamar #07) kamar #17 OK.  Air panas suka trouble.

2.       Service: pelayanan ramah, sigap dan tanggap.

3.       Lokasi: dekat pasar Bandungan.  Titik GPS keliru, untuk keyword New Bandungan Indah.  Yang benar keyword: OYO ... New Bandungan Indah.

4.       Harga 110-130ribu untuk STD double, promo OYO sangat kompetitif di area Bandungan yang notabene banyak sekali hotel.  Sayangnya karena New Normal semua fasilitas belum dibuka (pool, outbound, flying fox, live karaoke, dll).

5.  Lingkungan hotel sangat menarik dan banyak fasilitas, ada yang ramah anak juga. Playground, lapangan panah, kolam renang, area outbound & flying fox, bangunan benteng dan kereta api mini.  Banyak spot yang instagrammable.

Saturday, September 19, 2020

Angin

Ke mana pun aku melangkah
Engkau ada
Desah nafasmu buatku lemah
Terkulai, ingin pejamkan mata
Tak kuasa aku menahan hembusanmu


26 Agustus 2020

Tuesday, September 15, 2020

Kembali ke fitrah

Menyeruput wedang dari kayu secang
Sambil menyendok serutan jagung rebus
Ditemani malam indah nan sejuk khas Bandungan
Di ujung cakrawala, temaram lampu kota Semarang
Sekarang, di sini, kini
Sejenak kunikmati momen

Tanpa mereka yang suka jadi drama
Drama untuk disaksikan
Bukan jadi lakon keseharian
Belajarlah berlaku tanpa topeng
Perlihatkan ke-otentikan-mu

Itulah sebab aku lebih suka NatGeo
Melihat aksi binatang
Kadang saling terkam
Berjuang bertahan hidup
Tanpa drama
Otentik

25 Agustus 2020

Saturday, September 12, 2020

Review: Sleep & Sleep (UNAKI) – Semarang

1.       Bau!!! (bau kaki + handuk basah + bau badan segenap warga di ruangan digabung jadi satu)  Waktu pertama check-in pk 14.00, tentu masih sepi, ketika balik ke hostel ini jam 23 lewat, begitu masuk pintu, bau terasa, jejeran sendal dan sepatu para tamu bergeletakan di lantai.

2.       No towel, OK-lah.  No blanket, no way!  Untung aku bawa selimut, jadi ngga perlu khawatir.

3.       Tiga lantai dorms, menarik, tangganya enak untuk dipanjat dan design tangga bagus.

4.       Kamar mandi dan kamar tidur connect.  Hawanya nyatu.

5.       Lampu di capsule tidak removeable dan so bright juga panas, nyorot banget ke ranjang.

6.       Sekat antar capsule: partisi + kawat nyamuk ditutup tirai. Kebayangkan, kiri kanan itu tembus pandang, makanya ditutup tirai. Kenapa ngga langsung dibuat partisi full aja jadi tertutup full, ngga perlu pakai tirai kan. Big NO!

7.       No soap di washtafel.

8.       Resepsionis staf ngga memperbolehkan teman tamu untuk sekedar melihat/survey kamar.  Memberitahunya tidak ramah.

9.       Lift menyatu dengan gedung kampus.

10.   Parkir mobil relatif sedikit <8 dengan total bed 144.

11.   Gantungan baju (hanger) di capsule ada 2.  Di bathroom ada 4, OK!  Good!

12.   Loker OK. Lobby OK, terlebih bangku pesawat? Keren untuk difoto atau untuk menyendiri saat angkat telepon.  Di lantai ada sticker jalur lintasan pesawat, unik!

13.   Lokasi hostel dekat kota lama.

14.   Kasur dilapis plastik. Berisik!  Ngga enak!  Emangnya bayi, bakal ngompol?

Tuesday, September 8, 2020

Kembali

Tidak kusangka akan kembali ke kota ini
Panas terik tidak menghentikan laju motor-motor itu
Jalanan kecil ini ramai sudah dengan kendaraan
Tiap saat desing motor berlalu
Memang kota yang tak pernah mati
80% pengendara motor memakai masker
Lebih banyak yang pakai masker daripada helm, lucu
Di kursi bakso ini aku menanti
Gado-gado yang kupesan, tanpa cabai
Ibukota, aku kembali


1 Agustus 2020


Saturday, September 5, 2020

Kisahku di Kota Lumpia

Tak sengaja, kutemukan dua kawan
Penjaja makanan negeri Ginseng
Buka gerai bazaar di Citraland Mall
Kusantap lauknya sambil bertukar ide dengan sang owner
Akhirnya berteman dan gokil bareng
Makan bersama, nongkrong pun jadi
Foto lucu-lucuan di Kota Lama
Menyeruput kopi disertai senda gurau
Belum genap 2 bulan kita bersua
Namun seperti sudah kenal tahunan
I know for sure
When I arrive at this town, I got a friend.
 
Untuk 2 orang kawan baru di Semarang
You rocks!


23 Agustus 2020

Tuesday, September 1, 2020

Review: Wisma Asri – Kuningan, Jawa Barat

 

1.       Rate: STD 250K, hanya menerima cash, what a pity.

2.       Parkir sedikit.  Jumlah kamar 20.  Sedang pembangunan (penambahan).

3.       Kamarku berkode S2, AC tidak dingin seperti freon kurang.  Kenapa di dalam kamar, langit-langitnya menerawang sehingga cahaya bisa masuk?  Sangat aneh dan mengganggu.

4.       Di kamar mandi tidak disediakan temphat khusus untuk menaruh perlengkapan mandi (sabun, dkk) hanya bisa menaruh di atas kloset.

5.       Di depan setiap kamar disediakan 2 kursi dan meja.

6.       Sarapan dengan menu: nasi + ayamn goreng 2 potong kecil + martabak mini 3 pcs + kerupuk udang.  Semua lauk dihidangkan dalam piring terpisah.  Terpukau aku melihat sarapannya.

7.       Untuk ukuran kota Kuningan, harganya agak tinggi, menurut teman yang akamsi (anak kampung sini).

Thursday, August 27, 2020

The Exile Diaries - Episode #09: Goa Pinus (Pujon)

Hutan pinus di lereng gunung

Sawah terasering seling menyeling

Pandangan menembus kota Malang

Hijau sungguh

Burung berkicau saling bercengkarama

Sejuknya angin gunung

Daun-daun pinus pun menari girang

Suara legiun angin

Begitu besar, begitu megah

Bak tentara yang berduyun-duyun

Mengatasi alam, memerintah langit

Di ujung cakrawala gunung

Malu ditutupi awan dan kabut

Sungguh mataku dimanjakan

Karya-Nya serba hijau

Jiwa yang mengering dalam tawanan rumah

Sekarang bisa lega dan terpuaskan

Rela kuhabiskan siang dan petang menikmati

Saat ini, kini, di sini

Dan Rohku berbisik

Kubersyukur Tuhan


26 Juli 2020

Sunday, August 23, 2020

The Exile Diaries - Episode #08: Tarian Sang Pena

Sumur yang ditutup, disulap jadi meja.  Sebuah buku terbaring terbuka dan pena siap menari di atasnya.  Di bawah bougenville merah muda, sang pena memulai langkahnya, menari.  Dance not to impress, but to express.  Bunga terompet kuning menatap curiga, ditiup sepoi angin malam.  Sang pena seakan tak peduli, ia terus saja asyik menari.  Rangkaian kata pun jadi hasilnya.  Bergoyang ke kiri, meliuk ke kanan, sesekali berputar, meloncat kecil.  Senyum mengiringi tiap langkahnya.  Di bawah terang lampion kuning, ia menyatu dengan dinginnya malam.

25 Juli 2020
Cafe De Koloniale - Kota Proklamator

17 Agustus

  Empat ratus lima puluh tahun masa kolonisasi Empat setengah tahun dalam siksa dan penuh derita Penuh pergolakan demi kedaulatan negeri Akh...