Wednesday, August 18, 2010

Hujan

Air terus menetes di luar jendela kamar Emil. Langit berwarna kelabu, tak ada sinar mentari yang menempel ke tanah. Emil tetap menatap keluar jendela kamarnya. Pandangan matanya kosong. Mulutnya sedikit terbuka. Air liur mengalir dari ujung bibirnya. "Emil sayang ayo mandi dulu," seorang perawat perempuan masuk ke kamar Emil. Ia mengenakan seragam perawat rumah sakit berwarna putih.

Emil, seorang bocah lelaki berusia 11 tahun, pengidap cacat mental yang ditinggalkan begitu saja di depan Panti Asuhan Kasih Sejati. Petugas panti menemukan seonggok tubuh lemah nan mungil itu di depan pintu depan panti ketika hendak menyapu teras. Banyak memang cerita demikian di panti. Anak ditinggal begitu saja.

Perawat tadi memegang lengan kanan Emil dan menuntunnya ke kamar mandi. Tiap hari Emil dimandikan 2x, jam 8.30 dan 16.30. Ketika mandi Emil banyak tersenyum. Tampaknya ia suka sekali dengan air, sama besarnya dengan kesukaannya menatap hujan.

"Nah.. sudah mandi kan seger. Ayo sekarang suster lap dulu ya," ujar perawat sambil menyeka badan Emil dengan handuk mandi berwarna coklat terang. Emil menggerakkan kepalanya, seperti ia ingin tetap dalam keadaan basah. "Harus dikeringin.. nanti kalau gak dikeringin, kamu bisa masuk angin. Kan Emil gak mau masuk angin, ya kan ?" Seolah mengerti, kepalanya sudah tak digerakkan lagi. Sesudah dipakaikan kaos biru mudah dan celana pendek hitam, Emil membelai-belai lengan perawat, begitu cara dia mengucapkan terima kasih. "Sama-sama Emil," jawab perawat perlahan. Emil langsung berjalan menuju kamarnya dan kembali duduk di kursi dekat jendela, kembali pada kegiatannya semula, memandang keluar jendela.

Hujan sudah reda. Sontak Emil menjerit, melengking tinggi dan sangat keras. Segera 3 perawat datang ke kamarnya dengan tergopoh-gopoh. Salah satu perawat segera mendekapnya tanpa berkata apa-apa. Dua yang lain berdiri di dekanya sambil tersenyum. Setelah Emil tenang, mereka bertiga keluar.

"Anak itu tiap kali hujan berhenti, pasti menjerit," kata salah satu perawat.
"Mungkin hujan mengingatkan dia pada peristiwa yang menyedihkan," kata perawat lain.
"Ya, mungkin saja," ujar yang lain.

No comments:

Post a Comment

17 Agustus

  Empat ratus lima puluh tahun masa kolonisasi Empat setengah tahun dalam siksa dan penuh derita Penuh pergolakan demi kedaulatan negeri Akh...