Perjalanan menuju Sidoarjo bermula dari ibukota Jawa Tengah,
Semarang. Jalan tol yang kupilih agar cepat sampai tujuan, sekitar pk 19.00-an
jalan, dengan laju 120-140 kpj. Sengaja tidak kumainkan Spotify agar bisa
mendengar radio-radio lokal sepanjang perjalanan. Dangdut, campursari,
keroncong, siaran boso jowo, dan lagu pop kekinian. Amat beragam. Tentunya
sinyal radio punya keterbatasan jangkauan sehingga belum lama kunikmati 1
statiun radio, suaranya sudah ‘kresekan’ menjelang ‘hilang sinyal’, tanda perlu
ganti siaran. Sampai suatau saat kutemukan stasiun yang memutar lagu enak, “wah
asik nih”, pikirku. Lagu habis, penyiarpun masuk. Dia berbicara dengan bahasa
daerah, ternyata bahasa Menado. Di akhir siaran, dia menyebut kata “Imanuel”
bingung aku dibuatnya, apa maksudnya? Belakangan baru aku tahu bahwa nama itu
adalah nama stasiun radionya. Setelah penyiar say good bye, iklan, lalu lagu pun dimainkan kembali, betapa
terkejutnya aku saat yang diputar lagu pujian (rohani kristiani/praise & worship). Sontak aku
berseru “Ebusettt !!!!” Tak kuasa air mata pun keluar membasahi ke dua bola
mataku. Aku tidak mencari Engkau, namun Engkau yang menemukanku. Satu.
Di Sidoarjo, sewaktu nongkrong
di warung kakak temanku, aku reserve
beberapa hostel dan hotel di Malang dan Batu.
Tentunya yang low budget, under IDR 250K, pas Traveloka sedang menggelar
diskon. 13-21 Juli, 8 hari (hanya 1 hari yang kosong), 6 penginapan yang aku book.
Hanya ada 1 hotel yang aku inapi 2 malam, itupun dengan room yang
berbeda, lainnya hanya 1 malam, supaya banyak pengalaman dan ada bahan
menulis. 4 hotel di Malang, 2 di
Batu. Dari 4 hotel pertama (di Malang),
3 hotel jarak dengan Gereja Katolik terdekat <500 meter. Saat booking, aku tidak melihat posisi
hostelnya letaknya di mana, dekat apa.
Sekali lagi, God finds me in all things.
Dua.
Tuhan seperti duduk di sana, hanya beberapa meter dariku,
diam tanpa kata, memandangku dengan wajah-Nya yang lembut. Senyum menyiratkan, “Yadi, ini Aku”
Usaha keluargaku adalah produksi sampul alkitab, dompet
rosario, dan ragam dompet/tas dari kain bergambar rohani. Jadi, dalam petualanganku ini, di tiap kota
yang aku singgahi, tidak lupa aku mencari toko barang rohani nasrani (devotional shop/christian book shop). Di
Malang, ada toko buku dari penerbit yang sudah lama berdiri, Dioma. Tokonya cukup luas, 2 lantai, lantai pertama
mayoritas buku dan beberapa aksesoris rohani, lantai 2 patung dan lukisan. Di lantai 1 terdapat section musik: CD dan kaset (iyess, Anda tidak salah baca, mereka
masih menjual kaset yang dijual super murah).
Kulayangkan pandangan ke rak CD, dalam hati aku bergumam “Ada ngga ya
album Panggilan Tuhan – Putut Pudyantoro/Mia Patria?” Tiga detik kemudian mataku melihat dengan
jelas CD dengan cover yang pernah kulihat di Youtube Mia Patria, Panggilan
Tuhan. Oh God, lama sudah aku buru album ini.
Temanku yang ex-anggota Mia Patria pun pernah kutanyai tapi belum ada
kabar baik darinya. Tak kusangka aku
menjumpainya di kota Malang. Tuhan yang
mengatur dan mengijinkan aku menemukan album ini. Tiga.
Kenapa album itu begitu berarti dan kucari-cari? Sejak SMA aku mengenal lagu “Panggilan Tuhan”
ciptaan (alm) Bapak L. Putut Pudyantoro.
Dikarenakan SMA-ku bergabung dengan Seminari (sekolah calon imam/pastor),
maka dari mereka lah aku mengenal lagu ini.
Lagu ini merupakan lagu tentang “panggilan” ke hidup membiara (imam,
suster, bruder – kaum berjubah). Lagu
itu dinyanyikan oleh paduan suara anak-anak seminari, yang notabene laki-laki
semua. Bila sedang ada acara/konser,
dilengkapi dengan orchestra.
Oh, betapa indah dan menggugah hati. Sampai belasan tahun kemudian, aku baru tahu
kalau lagu itu ternyata ciptaan (alm) Bapak L. Putut Pudyantoro; conductor,
arranger, pencipta banyak lagu Katolik, founder paduan suara Mia Patria. Dan
ada rekaman dari Mia Patria membawakan lagu ini. Wah! Versi aslinya, dibawakan
oleh choir dari pembuat lagunya
langsung. Pasti soul-nya juga dapet. Aku harus punya albumnya!
Finding God in all things = Menemukan tuhan dalam
segala. Salah satu ciri khas dari
spiritualitas Ignatian. Bermula dair
Santo Ignatius dari Loyola yang menulis buku Latihan Rohani, setelah melewati
banyak pergumulan, pencarian dan pertobatan; yang kemudian mendirikan ordo
Serikat Jesus (SJ).
Pada umumnya, manusia menemukan Tuhan ketika berdoa,
beribadah, membaca kitab suci, retret, dalam misa atau hal-hal berkaitan dengan
ritual agama. Menemukan Tuhan dalam
segala, bisa menemukan Tuhan dalam keseharian, dalam hal-hal kecil. Sedang mencuci piring, bermain dengan
biantang peliharaan, melihat bintang, berbicara dengan suami/isteri, bermain
dengan anak, berjumpa dengan tukang sayur, nongkrong dengan teman-teman,
kutemukan Tuhan.
Kalau kita mau ada di sini, kini, saat ini; menyadari Tuhan
ada di sekitar kita, bahkan dalam hati kita.
Itulah menemukan Tuhan dalam segala.
Malang - my first love city
22 Juli 2020