Teringat pesan
ayah saya utk mengisi tekanan angin, dalam perjalanan dinas ke arah Poris,
Tangerang, saya sempatkan mampir pom bensin Pertamina. Rencana hanya mengisi tekanan angin biasa,
akhirnya jadi mengisi angin dengan Nitrogen, atas masukan dari partner bisnis
saya yg duduk di sebelah. Sebagai pemula
di bidang pengisi angin dengan Nitrogen, ternyata jika ingin mengisi Nitrogen,
ban yg ada harus dikosongkan terlebih dahulu, kemudian baru diisi dengan
Nitrogen. Satu ban (mobil) harganya Rp
10.000,- untuk pertama kali isi. 4 ban jadi memakan waktu lama.
Kantong kemih
rasanya sudah meluap, sehingga saya minta tolong partner bisnis saya utk
menggantikan saya di bangku pengemudi selagi saya menunaikan panggilan alam.
Saat kembali ke mobil, saya tidak enak hati melihat 2-3 antrian motor di
belakang saya, kontan saya ajak ngobrol bapak setengah baya dengan kaos putih
yang persis antri di belakang saya.
“maaf ya pak,
nunggu lama, saya baru pertama kali isi”
“oh ngga apa2”
“bapak sering isi
nitrogen pak ?”
“sejak tahun
2000”
“WOW”
Saya menanyakan
perbedaan angin biasa dengan angin nitrogen, ia menjelaskan berbeda dan terasa
ketika mengemudi di jalan tol dan beberapa keunggulan lainnya. Asik ngobrol,
saya tanya dia kerja dimana, bagaimana keluarganya (pakai jurus FORM: Family,
Occupation, Recreation, Message). Beliau kerja di daerah jakarta barat. Anaknya 3, laki-laki semua. Anak pertamanya,
saat kenaikan SMA 3, terdiagnosa gagal ginjal, dan meninggal dunia setelah 10 hari
dirawat di Harapan Kita
Shock sekali saya
mendengarnya, setelah mengucapkan turut berduka, saya alihkan pembicaraan
dengan menanyakan anak ke 2 dan ke 3. Ternyata anak ke 2 baru lulus SMA kelas
3, sedang menunggu pengumuman sekolah penerbangan. Anak ke 3, baru umur 6
tahun. “wah jauh ya jaraknya”, celetuk saya.
Keingintahuan
saya mengalahkan rasa malu, akhirnya saya beranikan diri untuk menanyakan
kenapa anak pertamanya bisa kena gagal ginjal, dengan tidak lupa menambah
kata-kata “maaf ya pak saya nanya ini, kalau boleh tau kenapa anak bapak yg
pertama bisa kena gagal ginjal ? apakah minumnya kurang ? Saya bergerak di
bidang filter air minum”
Sang Bapak sama
sekali tidak keberatan menjawab pertanyaan itu, kemudian ia menuturkan
kisahnya...
Ketika anak
pertama itu didiagnosa gagal ginjal, seluruh rumah sakit di daerah Tangerang
tdk ada yg mau menerimanya, dugaan saya karena peralatan yg belum mumpuni.
Akhirnya ke Harapan Kita. Di RS itu, sang bapak melihat banyak anak-anak mudah
(di bawah 20 tahun) yang terkena gagal ginjal, karena penasaran sang bapak
menanyakan kpd orang tua pasien kenapa bisa terjadi. Semua menjawab karena anak-anak itu terlalu
sering minum-minuman dalam kemasan/jajanan pasar. Dokter yang menangani putra sang bapak juga berpesan agar minuman-minuman itu
jangan diminum. Sontak saya kaget luar
biasa, karena baru saya tahu akan informasi ini, sepengetahuan saya orang yang
kena gagal ginjal adalah para senior/lansia (lanjut usia) yang karena faktor
umur, ginjalnya sudah berkurang fungsinya; penderita diabetes/darah tinggi/penyakit
degeneratif yang harus minum obat seumur hidup.
Salah satu
passion saya adalah kesehatan, selain untuk diri sendiri tapi saya senang
sekali bila bisa membantu orang lain hidup lebih sehat. Saya pernah belajar
tentang air yang berkualitas untuk kesehatan, membaca-baca literatur yang ada,
dan saya bersyukur bisa bertemu dengan sang bapak...
Bila saja saya
tau ilmu tentang air dan kesehatan jauh lebih awal, dan saya bisa share ke
banyak orang, mungkin saya bisa menyelamatkan nyawa orang hari ini...
No comments:
Post a Comment