Wednesday, October 13, 2010

Apa kata orang ?

Seorang ayah, putranya dan seekor keledai berjalan beriringan dari desa A menuju desa E. Ketika memasuki desa B, orang-orang bersungut-sungut dan berkata sinis, "Kasihan sekali anak laki-laki itu, pasti capai berjalan. Dasar ayah tidak tahu diri, kenapa dibiarkan anak kecil itu berjalan jauh, bukannya dinaikkan saja ke atas keledai." Karena itu, keluar dari desa B, si ayah mendudukkan anak laki-laki itu di atas keledai dan melanjutkan perjalanan.
Sesampainya di desa C, di sepanjang jalan orang banyak menunjuk-nunjuk dan berkata, "Dasar anak tak tahu diri ! Pasti ayahnya capai sekali berjalan jauh. Anak tak tahu diuntung ! Bukannya ayahnya saja yang duduk di keledai." Merasa terusik, keluar dari desa C, si anak turun dan mempersilakan ayahnya naik ke atas keledai.
Tiba di desa D, orang-orang sekitar mereka memandang penuh iba dan berkata, "Wah ! Pasti keledainya kecapaian, beban yang ditanggung berat, seorang laki-laki dewasa. Mana perjalanannya jauh pula." Keluar dari desa D, ayah dan anak itu kemudian memanggul keledai tersebut dan melanjutkan perjalanan.

Mengena sekali cerita di atas jika kita mengingat-ingat kejadian yang terjadi dalam keseharian. Waktu kita sudah punya rencana akan suatu hal dan kemudian menjalankannya, ada saja orang yang berkomentar (entah komentar baik, atau komentar miring) atau bahkan berkata "kenapa kamu melakukan itu ? kenapa tidak begini begitu saja"

Pendapat orang lain

Banyak kepala makin banyak pendapat, banyak pandangan. Ada segi positif dan negatif dalam setiap hal. Dari cerita di awal, bisa ditangkap beberapa pesan, salah satunya: ayah dan anak itu tidak punya pendirian yang teguh; mudah terpengaruh omongan orang lain; atau punya keinginan tidak ingin dibicarakan jelek oleh orang lain. Tidak mau kalau tidak disukai atau disalahkan.

Kalau boleh diambil contoh ekstrim, Yesus Kristus pada masaNya, dengan segala mukjizat, kebijaksanaan dan kebaikannya, masih saja ada orang-orang (bukan hanya 1-2 orang) yang memfitnah, tidak suka, membenci, mencari-cari kesalahan Dia. Ini kita bicara seorang suci, Tuhan, coba kalau dibandingkan dengan diri kita yang hanya manusia.
Cape kan kalau kita punya rencana A, sudah kita pikirkan matang-matang, sedang asik-asik mengeksekusi rencana itu tiba-tiba ada teman yang bilang, "lebih baik pakai cara B, jangan cara A, karena XYZ". Ninggalin A, pindah ke B, sayang A-nya sudah dikerjakan. Gak pindah ke B, dianggap tidak menghargai teman.

Bukannya tidak boleh mendengarkan pendapat orang lain atau terlalu saklek dengan pendapat sendiri, tapi coba milikilah prinsip yang kuat, punya argumen-argumen yang dapat dipertanggungjawabkan dalam memilih dan melakukan suatu tindakan apa pun. Bagaimana pun juga, orang lain yang memberi pendapat/kritik itu peduli dengan kita. Kalau tidak peduli, ngapain cape-cape ngomong, pasti lebih memilih diam masa bodo. Semua ide yang masuk seyogyanya ditampung kemudian di-filter. Dipilih-pilih, dibandingkan, mana yang lebih baik, apakah bisa memperbaiki pendapat kita pribadi. Dan yang terakhir, jangan terlalu dipikirkan apa kata orang, kita sendiri yang jalani hidup ini.

No comments:

Post a Comment

17 Agustus

  Empat ratus lima puluh tahun masa kolonisasi Empat setengah tahun dalam siksa dan penuh derita Penuh pergolakan demi kedaulatan negeri Akh...