“Jangan dipakai ! Jangan dibersihkan!”
Dua kalimat seru itu di print di
atas karton yang di-laminating dan ditempel di depan pintu kamar mandi. Ketika diundang ke salah satu Rumah Sakit
swasta di bilangan Tangerang, saya masuk ke ruang direktur dan bicara dengan
penghuni ruangan itu. Disitulah saya
menjumpai tulisan ‘aneh‘ itu.
Mungkin anda bingung, kenapa tulisan itu ada. Sama seperti saya, saya terus
menerus memandangi tulisan itu. Sampai direktur itu menyadarinya dan berkata
dengan perlahan, “Bapak bingung ya kenapa ada tulisan itu? Hampir semua orang
yang bertamu ke sini, pasti menanyakan hal itu.
Bila saya perlu ke kamar mandi, saya pasti keluar dari ruangan ini dan
pakai toilet di depan. Toilet
karyawan. Agar saya bisa berbaur dengan
yang lain, bisa ngobrol dengan mereka.
Tapi, kontraktor pembuat Rumah Sakit sudah terlanjut membuat kamar mandi
di dalam ruangan direksi ini. Unutk itu
saya taruh tulisan itu, saya tidak mau ruangan toilet ini dipakai oleh SIAPA
PUN, pakai yang diluar saja. Saya tidak
mau sombong, mentang-mentang pangkat tertinggi, toilet pun exclusive, harus
terpisah dari yang lain. Karena tidak digunakan, maka tidak usah dibersihkan
pula.”
WOW !
Satu kata, reaksi saya hanya satu kata.
Dalam perjalanan pulang, saya teringat akan teori manajemen yang pernah
saya baca dalam sebuah literatur. Orang
Jepang yang pertama kali mengemukakan itu, tentang “pintu kamar mandi”.
Apa yang dikejar? Pembauran ? Down-to-earth? Efisiensi? Atau sekedar cari
sensasi?
Eklusivitas mau dihapuskan, pembauran dilakukan. Agar gap yang ada di antara top management
dengan middle management maupun low management bisa diminimalisir. Kebanyakan manusia di muka bumi ini bila
sudah punya posisi, kekuasaan, kekuatan, mereka merasa “lebih” dari
orang lain. Tidak mau disamakan. Punya harga yang tinggi. Tapi itu semua mau dipatahkan dengan “pintu
kamar mandi”
Semoga menginspirasi. Tetap semangat
!!